Banjarmasin : Usai proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, setelah tentara Jepang angkat kaki dari tanah air, maka masuklah tentara NICA atau sekutu yang mayoritasnya pasukan Belanda.
Terjadi perlawanan di sejumlah daerah, termasuk di Banjarmasin. Pada 9 November 1945 para pejuangan dalam Barisan Pemberontakan Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) yang bermarkas di Banua Anyar, menyerang secara besar-besaran ke markas NICA di Benteng Tatas (sekarang lokasi Masjid Raya Sabilal Muhtadin).
Pasukan penjajah membalas dengan menyerang markas pejuang di Jl Jawa (kini Jl DI Panjaitan) dan Kelayan.
Berlanjut pada 12-13 November 1945, NICA juga mengirim pasukan dengan kapal perang Kelua ke markas BPRIK di Benua Anyar.
Serangan besar itu tak hanya mengarah ke pejuang, tapi juga penduduk Pengambangan, Banua Anyar dan sekitarnya, yang dicurigai ikut dalam serangan 9 November 1945.
Pejuang dan sejumah warga menyelamatkan diri menuju Alam Roh di Desa Paku Alam, Lokbaintan, Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, yang merupakan markas pejuang Banjar.
* Para Pejuang yang Gugur
Ada sembilan nama pejuang yang tewas dalam pertempuran melawan Belanda pada Jumat 9 November 1945.
Mereka adalah Badran, Badrun, Utuh, Umar, Ta’im, Jumain, Sepa, Dulah dan Pa’marup.
Penandanya berupa tugu atau monumen 9 November 1945.
Monumen perjuangan tersebut terdapat di dekat jembatan yang menghubungkan Kampung Pangambangan dan Kampung Banua Anyar.
Di pojok Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Banjarmasin, Jl DI Panjaitan, juga ada prasasti kecil memuat nama para pahlawan tadi sebagai penanda perjuangan rakyat Banjarmasin dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
* Momentum 9 November 1945-2021.
Tugu 9 November sebagai bukti Perjuangan Masyarakat Kalimantan Selatan mengusir Penjajah, kata Kepsek SMPN 8 Banjarmasin H. Jumberi, S.Pd., M.M., Tugu yang berada di daerah Pangambangan Banua Anyar ini, juga disinggung dalam pembelajaran di SMPN tersebut.
"Karena anak-anak (Para Siswa) belum mengenal secara luas bahwa di tempat tersebut ada Tugu 9 November. Walaupun letaknya di Banjarmasin," ungkap Jumberi.
* Pandangan Kampus.
Tugu 9 November sebagai Bukti Perjuangan Masyarakat Kalimantan Selatan, yang kurang diperhatikan.
Menurut Dr. Yanuar Bachtiar, S.E., M.Si., Ketua STIE Indonesia Banjarmasin, Kita yang sekarang harus kembali menggali sejarah tersebut.
"Tentunya kalau tanggal 10 November merupakan refleksi dari perjuangan para Arek-arek Suroboyo ditanggal 10 November puncaknya. Kita juga mencari momentum yang sama. Nah, 9 November Kita menggelora untuk melawan Penjajah itu," tegas Yanuar.
Karena itu, tegas Yanuar, perlunya Kita menghargai perjuangan Pahlawan Bangsa yang memang mengusahakan kemerdekaan kita.
"Melalui Pemerintah Daerah untuk memulai mengkaji ulang lagi dan kemudian mengangkat Momentum ini untuk Kita bersama-sama bahwa Kalimantan Selatan juga melakukan hal yang sama," pungkasnya.
* Pandangan Praktisi Hukum.
Tugu 9 November di Kawasan Benua Anyar Kota Banjarmasin yang berdekatan dengan Jembatan 9 November, diharapkan Praktisi Hukum Angga Parwito, S.H., M.H., agar Pemerintah Kota Banjarmasin dapat lebih memperhatikannya, karena itu salah satu bentuk atau instrumen Kita untuk mengenang jasa para Pahlawan.
"Jangan sampai pada saat ini Kita melupakan jasa-jasa para Pahlawan. Sehingga tidak memperhatikan Monumen atau Tugu yang diawal pembangunannya diharapkan bisa meningkatkan empati Kita, Rasa Nasional Kita dan Rasa Memiliki terhadap Bangsa dan Negara ini," ungkap Angga.
Oleh sebab itu seharusnya kata Angga, Pemerintah Kota dapat lebih memperhatikan Tugu tersebut, agar diberikan sentuhan-sentuhan dan kembali dapat memperkenalkan kepada Masyarakat, Anak-anak Muda di Kota Banjarmasin, bahwasanya Kita memiliki Tugu 9 November.
"Yang mana harapannya dengan adanya Tugu itu tadi atau Monumen itu, dapat meningkatkan Rasa Cinta Pemuda dan Pemudi Kota Banjarmasin terhadap Negara ini dengan mengingat jasa-jasa yang telah diberikan oleh para Pahlawan pada saat melakukan perlawanan terhadap Penjajah pada saat itu," pungkas Angga.(juns)