Apakah Pers Islam Akan Hilang? oleh: Mahladi


 
Hidayatullah.com | SIANG pekan lalu, ada yang bertanya ke saya untuk tujuan penelitian S2. Katanya, “Bagaimana peluang pers Islam pada masa depan? Apakah akan hilang?”

Saya tak bisa langsung menjawab pertanyaan tersebut. Saat itu, saya tengah mengikuti rapat yang akan berakhir menjelang magrib. Baru pada malam hari, setibanya di kamar kerja, saya membalas pesan sang si penanya seperti ini:

“Kalau sampai menghilang, ya tidak. Sebab, pers Islam adalah pers yang mengusung ideologi, bukan semata bisnis. Pers dipakai sebagai alat dakwah dan alat perjuangan. Hanya saja wujudnya mungkin berubah, dari cetak menjadi online. Perubahan wujud ini bukan hanya dialami media Islam tapi juga seluruh media pada umumnya.”

Beberapa hari kemudian saya merenungi kembali jawaban tersebut. Apa sih yang dimaksud pers Islam? Apakah media pers yang dimiliki ormas Islam atau tokoh Islam? Apakah media pers yang menyajikan konten-konten Islami? Apa pula yang dimaksud konten Islami? Apakah konten yang berisi ayat al-Qur’an dan Hadits?

Coba kita urai dulu satu persatu. Jika pers Islam adalah media yang banyak menyajikan konten-konten Islami, bagaimana bila ia masih menyajikan gambar ilustrasi wanita yang tidak berjilbab namun masih dianggap sopan menurut budaya Timur? Apakah ia tetap terkategori pers Islam?

Bagaimana pula dengan media-media besar yang belakangan banyak sekali menyajikan konten-konten kajian Islami, baik berupa doa, fiqih, muamalah, ibadah, hingga siroh (sejarah)? Detik.com, misalnya, banyak sekali mengupas kajian Islami. Bahkan, sekadar niat shalat dan doa masuk kamar mandi saja, dikupas oleh situs ini. Apakah dengan begitu Detik.com terkategori situs Islam?

Apa pula konten Islami? Apakah konten yang mengungkap fakta, bukan hoax, terkategori Islami meskipun tak ada ayat Qur’an dan hadits di dalamnya? Bukankah Islam juga sangat menganjurkan kejujuran dan membenci kebohongan (hoax)?

Bagaimana pula dengan konten-konten edukatif? Apakah tidak termasuk Islami padahal Islam sangat menganjurkan umatnya untuk belajar? Begitu juga konten-konten yang banyak mengungkap kejahatan korupsi dan kecurangan, apakah tidak terkategori Islami? Bukankah Islam mengutuk keras kejahatan-kejahatan seperti itu?

Apakah konten yang memuat sebagian fakta (bukan hoax) dan menyembunyikan sebagian fakta yang lain, terkategori Islami? Apakah konten yang berbasis fakta namun tak memiliki manfaat seperti ghibah terkategori Islami? Ini semua harus dirumuskan terlebih dahulu.

Saya sendiri menganggap media Islam harus mengandung 3 unsur sekaligus. Pertama, media yang dimiliki oleh orang Islam atau organisasi/kelompok Islam. Kedua, media yang seluruh isinya mengemban misi dakwah, mengajak kepada kebaikan (maruf) dan mencegah kemungkaran. Ketiga, media yang dikelola secara Islami dan para pengelolanya pun Islami.

Pertanyaannya, adakah media pers seperti itu? Dari dulu sampai sekarang, tidak banyak. Bahkan sedikit sekali. Tak banyak pula pemodal yang mau menghabiskan uangnya untuk membuat media seperti itu. Sebab, tak akan menguntungkan.

Namun, bukan berarti konten-konten Islami tak banyak beredar di media massa, termasuk pers. Konten-konten Islami justru sangat banyak tersebar di berbagai media besar. Bahkan, semua media, pasti memiliki konten Islami dengan kadar yang berbeda-beda.

Terlebih saat ini dunia telah sampai pada era media sosial. Pada era ini, media bukan lagi raja. Sebab, semua orang bisa membuat media publikasi dengan mudah. Justru saat ini kontenlah yang menjadi raja. Siapa yang pandai membuat konten, dia yang berpeluang mengendalikan opini.

Kembali kepada pertanyaan awal: Apakah kelak media pers Islam akan hilang? Tidak! Namun, jika mengacu pada tiga kriteria media Islam sebagaimana saya sebutkan di atas, maka jumlahnya akan sedikit sekali. Sangat jauh jika dibandingkan media yang tidak memenuhi kriteria di atas.

Tapi tak perlu bekecil hati. Sebab, konten Islami sangat banyak. Konten-konten tersebut tersebar di seluruh media, baik besar maupun kecil. Meskipun media-media tersebut tak sempurna menjalankan misi dakwah, namun tetap harus kita syukuri, karena mereka telah berbuat! 
Wallahu a’lam *

Penulis adalah wartawan dan pengurus MUI Pusat

Lebih baru Lebih lama