APBN 2021 Telah Bekerja Keras dan Berkinerja Positif dalam Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional

JAKARTA - Kinerja perekonomian global mengalami penguatan di 2021, meskipun 
tertahan oleh penyebaran pandemi Covid-19 varian Delta, disrupsi di sisi supply serta meningkatnya tekanan inflasi di sejumlah negara maju dan negara berkembang lainnya. 

Pelonggaran restriksi sosial di banyak negara turut mendorong peningkatan aktivitas ekonomi global, tercermin pada menurunnya angka pengangguran, data PMI manufaktur yang terus berada di zona ekpansi, serta meningkatnya aktifitas perdagangan dunia. 

Kinerja pertumbuhan global diperkirakan mengalami rebound cukup kuat 
di tahun 2021.

Dari sisi penanganan Covid-19, jumlah kasus kumulatif Covid-19 dunia mencapai 288,48 juta kasus. 

Di Indonesia, total kasus hingga akhir 2021 sebanyak 4,26 juta atau 1,6% dari populasi, dan berada di peringkat 147 negara dari 222 negara. 

Total kasus Covid-19 Indonesia jauh lebih rendah dibanding banyak negara besar lain seperti Brazil (22,3% dari populasi), AS (16,5%), Rusia (7,2%), atau India (2,5%)

Dilihat dari jumlah kasus kematian akibat Covid-19 terhadap populasi, peringkat 
Indonesia juga cukup rendah di dunia yakni 119, dengan total kematian 144 ribu atau 0,05% terhadap populasi. 

Berbagai indikator Covid-19 lain seperti positivity rate rata-rata 7 hari juga sangat rendah yakni 0,1%. 

Dalam hal vaksinasi, Indonesia telah memberikan sebanyak 276 juta dosis kepada masyarakat atau sudah mencapai sekitar 51% populasi di akhir tahun 2021.

Total kumulatif vaksinasi yang telah Indonesia realisasikan merupakan nomor lima tertinggi di dunia.

Di dalam negeri meningkatnya aktivitas ekonomi tidak lepas dari keberhasilan Pemerintah dalam mengendalikan kasus Covid-19 dan dukungan kebijakan stimulus ekonomi. 

Percepatan program vaksinasi di tahun 2021 serta Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) telah terbukti efektif dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi. 

Inflasi domestik terjaga dalam level yang rendah dan stabil, sementara stabilitas pasar keuangan juga relatif terjaga dengan baik, tercermin pada relatif stabilnya nilai tukar rupiah dan pergerakan IHSG. 

Di sisi lain, sektor perbankan juga relatif solid dengan tingkat kecukupan modal yang memadai, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh tinggi yang diikuti dengan mulai meningkatnya pertumbuhan kredit.

Membaiknya perdagangan global dan kinerja perekonomian domestik mendorong kinerja 
APBN tahun 2021 khususnya dari sisi Pendapatan Negara yang melebihi target APBN maupun capaian pra pendemi di tahun 2019 yang diikuti dengan pemberian insentif perpajakan bagi dunia usaha. 

Di sisi lain, peningkatan harga komoditas turut mendorong perbaikan kinerja penerimaan dari sisi perdagangan internasional dan PNBP. 

Sementara itu, Belanja Negara yang responsif serta fleksibel dapat dioptimalkan terutama untuk penanganan pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi 
Nasional baik di tingkat pusat maupun daerah. 

Dengan kinerja positif dari pendapatan negara dan optimalisasi belanja, maka defisit dan pembiayaan utang dapat ditekan lebih rendah dari targetnya.

Kinerja Ekonomi Makro
Dengan penanganan Covid-19 yang baik dan efektif, ekonomi mulai bergerak membaik. 

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1-2021 terkontraksi 0,7% karena dipengaruhi oleh kenaikan Covid-19 setelah periode Nataru. Kemudian pertumbuhan ekonomi Q2-2021 menguat 7,1% ketika 
kasus Covid-19 terkendali. 

Pertumbuhan Q3-2021 kembali mengalami perlambatan ke 3,5% karena adanya lonjakan kasus varian Delta. 

Meski melambat, tingkat pertumbuhan Q3-2021 Indonesia di tengah gelombang Delta terhitung cukup baik. 

Beberapa negara mitra kita seperti Thailand atau Malaysia bahkan kembali mengalami kontraksi masing-masing -0,3% dan -4,5% di Q3-2021. 

Kita berharap di Q4-2021 pertumbuhan ekonomi Indonesia akan menguat kembali yang diperkirakan dapat berada di atas level 5,0% (yoy) seiring dengan terkendalinya pandemi sehingga secara keseluruhan kinerja ekonomi tahun 2021 diproyeksi tumbuh sekitar 3,7%.

Tren menguatnya pemulihan ekonomi Indonesia terlihat dari meningkatnya sejumlah indikatorindikator. 

Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan November 2021 meningkat signifikan ke level 118,5, sementara Mandiri Spending Index per 19 Desember pada tingkat 132,8, 
atau 32,8 pesen lebih tinggi dari level sebelum pandemi. 

Dari sisi investasi, konsumsi listrik industri 
dan bisnis November masing-masing tumbuh 14,5% dan 5,7%. 

Penjualan kendaraan niaga tumbuh 
28,4%, impor bahan baku dan barang modal tumbuh sangat kuat masing-masing 23,1% dan 60,5%. PMI manufaktur November di level ekspansif 53,9.

Tingkat inflasi tahun tahun 2021 sebesar 1,87% (yoy), relatif lebih tinggi dibandingkan inflasi tahun 2020, yang menunjukkan sinyal perbaikan tingkat permintaan dan konsumsi domestik. 

Inflasi tahun 2021 masih terjaga dalam level yang rendah dan stabil seiring dengan sinergi pelaksanaan bauran kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil, serta koordinasi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, dengan otoritas moneter. 

Pemerintah terus berupaya meningkatkan akses pangan masyarakat, menjaga keterjangkauan harga serta meningkatkan kelancaran arus distribusi.

Keberlanjutan tren pemulihan perekonomian Indonesia serta pelaksanaan program pemulihan ekonomi nasional melalui berbagai program perlindungan sosial berdampak positif terhadap tingkat 
kesejahteraan masyarakat. 

Hal ini tercermin dari penurunan tingkat pengangguran dari 7,07 persen pada Agustus 2020 menjadi 6,49 persen pada Agustus 2021. 

Sementara itu, tingkat kemiskinan juga 
mengalami penurunan dari 10,19 persen pada September 2020 menjadi 10,14 persen pada Maret 
2021, sedangkan tingkat ketimpangan turun dari 0,385 pada September 2020 menjadi 0,384 pada 
Maret 2021.

Kinerja Pelaksanaan APBN 
Realisasi pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun, melampaui target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2021 (114,9% dari target atau tumbuh 21,6% dibandingkan realisasi tahun 2020). 

Realisasi penerimaan perpajakan mencapai Rp1.546,5 triliun (107,1% dari target APBN 2021) atau telah kembali pada level pra-pandemi pada tahun 2019 sebesar Rp1.546,1 triliun. 

Hal ini dipengaruhi oleh membaiknya penerimaan pajak dari mayoritas sektor utama penyumbang penerimaan pajak, 
yang diikuti pemanfaatan stimulus perpajakan yang tinggi. 

Sementara itu, kinerja penerimaan cukai 
sebagai dampak kebijakan tarif cukai hasil tembakau, efektivitas pengawasan, serta peningkatan aktivitas ekspor dan impor.

 LPenerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) didukung meningkatnya harga
komoditas (minyak mentah, minerba, CPO) serta membaiknya layanan PNBP K/L seiring meningkatnya aktivitas masyarakat.

Realisasi penerimaan hibah mencapai Rp4,6 triliun, terutama berasal dari hibah dalam negeri langsung dan hibah luar negeri yang terencana pada Kementerian dan Lembaga.

“Jadi kalau sekarang pendapatan negara mencapai Rp2.003,1 triliun, itu kita tumbuhnya 21,6% lebih tinggi dari APBN kita yang Rp1.743,6 triliun, tapi ini adalah suatu recovery dan rebound yang sangat kuat. Tahun lalu kontraksi 16% pukul telak oleh pandemi, tahun ini masih ada pandemi dan 
masih memukul dengan delta dan omicron, namun kita masih bisa tumbuh di 21,6% itu untuk memberikan perspektif”, terang Menteri Keuangan.

Realisasi belanja negara mencapai Rp2.786,8 triliun atau meningkat 7,4 persen dari realisasi tahun 2020, sejalan dengan strategi kebijakan APBN yang bersifat countercyclical yang diambil Pemerintah 
untuk menangani munculnya varian delta pada paruh kedua tahun 2021 serta untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah berlangsungnya dampak pandemi Covid-19. 

“Kalau di sisi pendapatan negara ceritanya sangat kuat positif, belanja negara juga cukup kuat dan masih terjadi ekspansi kita berhasil membelanjakan Rp2.786, 8 triliun atau di atas APBN yang
Rp2.750 triliun, ini 101,3% artinya kita belanja Rp36,7 triliun lebih tinggi dari APBN atau tumbuhnya 
7,4%”, ujar Menteri Keuangan. 

Realisasi belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp2.001,1 triliun atau meningkat 9,2 persen dari realisasi tahun 2020, terdiri dari Realisasi belanja K/L Rp1.189,1 triliun lebih tinggi dari realisasi tahun 2020
sebesar 12,2 persen. 

Beberapa faktor yang memengaruhi realisasi tersebut antara lain peningkatan 
pagu belanja K/L untuk mendukung penanganan covid-19 dan berbagai program pemulihan ekonomi nasional (PC PEN) di bidang kesehatan, perlindungan sosial, sektoral K/L dan juga bantuan pelaku 
UMKM. 

Tambahan belanja di bidang kesehatan utamanya untuk program vaksinasi, biaya perawatan pasien covid, insentif nakes, serta dukungan sarpras di Rumah Sakit. Tambahan belanja di bidang perlindungan sosial utamanya untuk Program Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai, Bantuan Sembako PPKM, Bantuan Subsidi Upah, serta Bantuan Subsidi Kuota Internet.

Realisasi belanja non-K/L mencapai Rp812,0 triliun meningkat 5,0 persen apabila dibandingkan realisasinya tahun 2020, antara lain terdiri dari Pembayaran bunga utang mencapai Rp343,5 triliun atau 
lebih rendah dari pagu dalam APBN tahun 2021 sebesar Rp373,3 triliun serta Subsidi sebesar Rp243,1
triliun atau meningkat 23,9 persen dari tahun 2020 yang digunakan untuk mendukung program Pemulihan 
Ekonomi Nasional (PEN) melalui pembebasan/diskon listrik, subsidi bunga UMKM, imbal jasa penjaminan (IJP) UMKM dan korporasi, serta subsidi pajak DTP. 

Realisasi anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) tahun 2021 mencapai Rp785,7
triliun (98,8 % dari APBN tahun 2021), meningkat 3,0 persen dibandingkan realisasi tahun 2020. 
Realisasi anggaran TKDD tersebut antara lain dipengaruhi oleh tambahan alokasi kurang bayar Dana 
Bagi Hasil, kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyaluran Dana Transfer Khusus dan pemanfaatan Dana Desa untuk pemberian BLT Desa.

Pembiayaan anggaran tahun 2021 difokuskan Pemerintah untuk menutup defisit yang 
realisasinya mencapai Rp868,6 triliun atau 86,3 persen dari target APBN sebesar Rp1.006,4 triliun. 

Anggaran defisit sebagian untuk membiayai keberlanjutan penanganan pandemi Covid-19 dalam rangka pengadaan vaksin, mendorong pemulihan ekonomi nasional, serta untuk mendukung 
penguatan reformasi. 

Realisasi pembiayaan utang di tahun 2021 mencapai Rp867,4 triliun atau 73,7 
persen dari targetnya dalam APBN sebesar Rp1.177,4 triliun. Realisasi pembiayaan utang di tahun 2021 sebagian dimanfaatkan untuk investasi pemerintah pada BUMN dan BLU sebesar Rp142,5
triliun. 

Dengan defisit yang lebih rendah yang didukung oleh membaiknya pendapatan negara serta 
optimalisasi pembiayaan anggaran, terdapat Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun 2021 sebesar Rp84,9 triliun, jauh lebih rendah dari tahun 2020 sebesar Rp245,6 triliun. SiLPA tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kewajiban Pemerintah yang tertunda, agar kesehatan fiskal APBN ke depan semakin baik dalam mendukung konsolidasi fiskal 2023.

Dari data dan fakta, tahun 2021 ditutup dengan berbagai catatan yang sangat
menggembirakan, baik dari sisi penanganan pandemi Covid-19, penguatan pemulihan ekonomi serta
kinerja keuangan negara. Hal ini menunjukkan kerja sama yang sangat baik dari seluruh pihak, baik itu
Pemerintah maupun masyarakat, terutama dalam mengendalikan pandemi. 

Capaian ini perlu terus
dipertahankan dengan disiplin yang tinggi karena pandemi belum berakhir.

APBN Tahun 2022 masih akan menghadapi tantangan risiko ketidakpastian baik yang bersumber dari faktor Pandemi Covid-19 maupun tantangan global sehingga perlu terus antisipatif dan waspada. 
Pemerintah akan mengedepankan prinsip fleksibilitas, antisipatif khususnya terhadap kebutuhan inisiatif strategis baru (a.l Program PEN, Kebutuhan Ibu Kota Baru, Persiapan Pemilu 2024 dan prioritas nasional lainnya). Sinergi kebijakan akan terus diperkuat antara Pemerintah, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan serta pemangku kebijakan di sektor riil untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi. Di sisi lain, Implementasi UU HPP di tahun 2022 akan dilaksanakan sebaik-baiknya dengan memanfaatkan 
teknologi untuk memudahkan partisipasi masyarakat terutama dalam Program Pengungkapan Sukarela.(juns)
Lebih baru Lebih lama