Sorotan Advokat Angga Terhadap Arogansi Oknum Pejabat Dan Vaksin Dalam Layanan Publik

BANJARMASIN - Masih banyak oknum pejabat yang sewenang-wenang dan mengedepankan arogansi untuk memerintahkan masyarakat atau untuk mengikuti kemauannya.
Sebenarnya Pejabat juga harus mengerti bahwa kewajiban yang bersangkutan untuk melayani masyarakat.

"Apabila ada oknum Pejabat yang melakukan tindakan-tindakan seperti ini, mereka sebenarnya harus mengetahui bahwasanya ada ketentuan dalam pasal 17 ayat 2 Undang-undang Nomer 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang menyatakan bahwasanya Pejabat Negara dilarang bertindak sewenang-wenang. Bila melanggar dapat dikenakan sanksi (hukuman) sebagaimana pasal 81 ayat 3 Undang-undang nomer 30 tahun 2014, dengan sanksi pemberhentian tetap secara tidak hormat," ungkap Angga.

Dikatakan, apabila perbuatan arogan dan sewenang-wenang oknum pejabat itu ada terindikasi telah melakukan pidana sebagaimana diatur di KUHP ataupun Undang-undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, dapat dikenakan sanksi pidana.

"Oleh sebab itu masyarakat harus berani melaporkan serta memberikan informasi kepada penegak hukum atau utamanya kepada pimpinan yang bersangkutan, apabila melihat ada oknum pejabat yang masih bertindak sewenang-wenang dan arogansi," Angga menegaskan.

Kritikan dan masukan dari Lembaga Berwenang yang mengawasi Pelayanan Publik seperti Ombudsman Kalsel kata Angga, karena keluhan yang disampaikan masyarakat yang tidak puas terhadap layanan publik, harus diperhatikan dan menjadi tanggung jawab bersama. 

"Sehingga kita berharap kepada Pemerintah Daerah, ketika melakukan seleksi atau pemilihan kepada pejabat yang akan menempati di pos-pos di Dinas terkait, agar memperhatikan bagaimana kualitas dari calon yang bersangkutan, sehingga jangan sampai nanti dia menduduki posisi tersebut, ternyata tidak dapat melaksanakan kegiatan sebagaimana yang seharusnya," Angga berharap.

Untuk menghilangkan arogansi oknum pejabat, perlunya pelatihan atau bimbingan, kata Angga, arogansi sedang menjadi budaya bagi yang menempati pos-pos layanan publik yang sebenarnya tidak memperhatikan kepentingan masyarakat.

Sehingga bukan hanya diperlukan pelatihan-pelatihan, tetapi juga harus memberikan sanksi (hukuman) yang tegas, apabila yang bersangkutan melakukan tindakan diluar ketentuan. 

Angga menyatakan, sebagaimana yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, Pimpinan yang bersangkutan harus berani menindak tegas dan yang utama para pejabat yang akan melantik atau memberikan pos-pos jabatan kepada seseorang, harus memastikan bahwa yang bersangkutan track recordnya (jejak rekamnya) bagus. 

"Karena kalau memang sebelumnya sudah diketahui track record yang bersangkutan tidak bagus dan tetap dipaksakan, ya sama saja itu pasti kita sudah bisa memperhitungkan hasilnya apabila orang seperti ini tetap dipaksakan untuk menempati pos-pos seperti itu," kritik Angga.

Menyinggung harus memperlihatkan bukti sudah divaksin jika mau berurusan, Angga menyatakan, Pemerintah berkewajiban untuk melayani masyarakat, yang artinya mereka yang saat ini menjadi Pemimpin atau Aparatur Negara, memang tugas dan fungsinya harus melayani. 

"Tidak dapat mereka mengeluarkan kebijakan yang ternyata malah mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Karena kewajiban Negara untuk melayani sudah diatur dalam konstitusi kita sebagaimana amanat UUD 1945. Apalagi kita memiliki Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mana tujuannya salah satunya ketentuan ini diatur adalah guna terwujudnya perlindungan dan kepentingan hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik," ungkap Angga.

Sehingga bila ada salah satu contoh Kecamatan di Kota Banjarmasin yang membuat peraturan seperti itu, sebenarnya kata Angga, kita harus tahu juga semisal peraturan tersebut dikeluarkan oleh Camat, ini sebenarnya mengatur ke intern mereka, tidak dapat dibenarkan apabila ternyata aturan itu diberlakukan untuk masyarakat luas. 

"Harusnya pengaturan atau aturan yang diterbitkan itu mengatur untuk internal mengenai SOP (Standar Operasional Prosedur) atau kewajiban dari pegawainya saat melayani masyarakat, bukan mengatur ke luar," Angga menegaskan.

Sehingga jika tidak ada ketentuan hukum yang sah yang mengatur bahwasanya ketentuan vaksin ini harus diwajibkan untuk masyarakat saat melakukan pengurusan administrasi dan lain sebagainya, kata Angga, sebenarnya Kecamatan tidak dapat diizinkan atau tidak dapat dibenarkan untuk melakukan aturan yang seperti ini, karena dapat dikategorikan aturan seperti ini sebagai aturan yang semena-mena untuk masyarakat.

Disebutkan, pihaknya mengetahui bahwasanya memang  pengaturan ini mungkin dikarenakan keinginan oleh yang bersangkutan agar masyarakat segera mengikuti program vaksin. 
Namun kita juga harus tahu bahwasanya peraturan yang dibuat itu mengakibatkan kerugian bagi masyarakat atau mengandung efek pemaksaan yang tidak berdasar dari ketentuan hukum. 

"Karena apabila peraturan seperti itu dilaksanakan dan diterapkan di masyarakat, tentu ini akan mencederai juga rasa keadilan dan ketentuan hukum yang telah berlaku," Angga kembali menegaskan.

Kalau peraturan yang dibuat Camat sebagai tindak lanjut Surat Edaran Walikota, menurut Angga, kita juga harus mengetahui apakah Surat Edaran Walikota itu sebagai sebuah kewajiban. Dan apakah Surat Edaran itu memiliki dasar hukum atau tidak. Apabila Walikota sendiri mengeluarkan Surat yang tidak berdasarkan ketentuan hukum atau tidak memiliki dasar hukum, otomatis kata Angga, Surat Edaran itu juga tidak memiliki daya paksa untuk mengatur kewajiban dari pada masyarakat untuk melakukan vaksin.

"Oleh sebab itu. Kita juga berharap sebenarnya Pemerintah lebih mengedepankan edukasi,  pemahaman terhadap masyarakat yang mana sebenarnya vaksin ini sangat berguna bagi yang bersangkutan," Angga berharap lagi.

Pihaknya kata Angga, juga banyak melihat akibat adanya efek paksa pengaturan bahwasanya orang yang tidak bervaksin tidak dapat melakukan pengurusan administrasi dan lain sebagainya, ini malah mengakibatkan masyarakat melakukan perbuatan melawan hukum. Salah satu contohnya beberapa hari lalu adanya Joki Vaksin.

"Nah ini pasti dilakukan dilatarbelakangi kekhawatiran dari masyarakat, apabila yang bersangkutan tidak memiliki vaksin, tidak dapat melakukan pengurusan administrasi ke lembaga pemerintahan," ungkap Angga.

Oleh sebab itu, menurut Angga,  hal-hal yang seperti ini juga harus dihindari. Jangan sampai Pemerintah hanya memperhatikan keinginannya untuk masyarakat melakukan vaksin saja, namun mengesampingkan hal-hal yang dapat juga terjadi yang berakibat negatif untuk masyarakat, akibat diberlakukannya ketentuan vaksin itu tadi.(juns)
Lebih baru Lebih lama