Kerangka Acuan Kerja Penyusunan Pedoman Partisipasi Organisasi Keagamaan Dan Kemasyarakatan Dalam Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak

JAKARTA - Dengan dilatarbelakangi bahwa Pembangunan nasional yang pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), yang menjadi salah satu kunci keberhasilan pembangunan suatu negara. 

Menurut Drs.EkoNoviAryanti, Plt.Asisten Deputi Bidang Partisipasi OKK, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, dengan demikian, hak semua pihak dapat terpenuhi dan pembangunan dapat dirasakan tanpa terkecuali, baik perempuan maupun laki-laki, baik orang dewasa maupun anak-anak. Hal tersebut mendasari strategi pembangunan nasional,  sebagaimana  tercantum dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Eko menyebutkan, tidaklah berlebihan bila dikatakan peningkatan SDM sangat bergantung pada kualitas perempuan dan anak. Katanya, Anak adalah investasi bagi sumberdaya manusia di masa depan. Demikian juga ungkapnya, kaum perempuan adalah aset, potensi, dan investasi penting bagi Indonesia yang dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pembangunan nasional. 

Eko menegaskan, Perempuan bisa menjadi aktor strategis didalam pembangunan. Tidak hanya pembangunan di desa-desa, tetapi juga pembangunan
secara nasional yang dapat mengubah kehidupan masyarakat Indonesia menjadi lebih baik dan sejahtera. 

Kata Eko, Dalam konteks pembangunan, kesetaraan gender (KG), perlindungan hak perempuan (PHP) dan perlindungan anak (PA), begitu erat kaitannya dengan perbaikan kualitas SDM.

Hal ini menurut Eko, sesuai dengan salah satu arahan Presiden dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024,  dalam prioritas RPJMN ketiga, bahwa pembangunan SDM diantaranya
melalui peningkatan kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda.

Eko mengungkapkan, berdasarkan data Kementerian PPPA (2020), IPG adalah sebesar 91,06.  Sedangkan pada tahun 2019 IPG nasional adalah sebesar 91,07. Padatahun2020, karena kenaikan IPM perempuan yang tidak signifikan (hanya0,01), maka angka IPG malah menurun menjadi 91,06 yang mengindikasikan melebarnya jurang kesenjangan gender pada hasil pembangunan pada tahun 2019 dibandingkan dengan 2020.

Meskipun tren selama 10 tahun terakhir mengalami kenaikan.  Sementara, Indeks
Pemberdayaan Gender (IDG) Indonesia tercatat naik dari 75,24 pada tahun 2019
menjadi 75,57. Angka ini menunjukkan belum maksimalnya keterwakilan
perempuan dalam parlemen, perempuan sebagai tenaga kerja profesional, kepemimpinan dan teknisi, serta belum optimalnya sumbangan pendapatan
perempuan. 

Perkembangan perlindungan anak di Indonesia menunjukkan kemajuan
yang signifikan, yaitu:  1) meningkatnya pemenuhan hak anak; dan 2) semakin
baiknya perlindungan khusus anak. 

Upaya keberhasilan perlindungan anak diukur dengan Indeks Perlindungan Anak (IPA). Data Kementerian PPPA (2020)
menunjukkan adanya peningkatan IPA dari 62,72 (tahun2018) menjadi 66,26 pada
tahun 2019.

Namun demikian nilai IPA masih jauh dari100, sehingga perlindungan anak masih harus banyak upaya dilakukan, agar perlindungan anak semakin baik.
Hal ini terlihat dari masih banyaknya kejadian kekerasan terhadap anak, baik kekerasan fisik, emosional, maupun seksual.

Diinformasikan Eko, berdasarkan hasil SNPHAR pada 2021, tercatat sebanyak 34 persen atau 3 dari 10 anak laki-laki dan 41,05 persen atau 4 dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih di sepanjang hidupnya.

Berdasarkan hasil dari berbagai kajian menunjukan bahwa perempuan dan anak
masih tergolong kelompok rentan yang sering mengalami berbagai masalah, seperti kemiskinan, bencana alam, konflik, kekerasan, dan sebagainya. Juga di era
emansipasi seperti sekarang, perempuan acapkali masih dianggap sebagai
kelompok kelas kedua (subordinat), sehingga mereka tidak memperoleh persamaan hak dengan laki-laki.

Untuk mencapai SDM yang berkualitas dan berdaya saing, pada tahun 2020-2024
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA)
mendapat amanat untuk menjalankan5 (lima) isu prioritas yaitu : 1) Peningkatan
pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan berperspektif gender;  2)
Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak;  3)
Penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak;  4) Penurunan pekerja anak; dan 5) Pencegahan perkawinan anak. Kelima isu prioritas tersebut tidak dapat terwujud dengan optimal tanpa adanya sinergi kerjasama dari berbagai stakeholder dan partisipasi masyarakat.

Eko menyatakan, Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, merupakan salah satu elemen yang krusial dan mutlak diperlukan dalam rangka pembangunan, terlebih jika dikaitkan dengan pergeseran paradigma pembangunan yang kini telah menempatkan manusia dan masyarakat sebagai sentral dalam pembangunan yang tidak hanya memandang masyarakat sebagai objek yang dibangun, tetapi sebagai subjek dari pembangunan tersebut.

Kata Eko, Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan sebagai bagian dari Lembaga Masyarakat,  mempunyai peran strategis dalam mewujudkan KG, PHP dan PA.

Disebutkan, Partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan penting sebagai sarana dan wadah untuk mengoptimalkan pencapaian peningkatan kesejahteraan perempuan dan anak. Keterlibatan Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, mempunyai berbagai manfaat,  diantaranya :1. Menciptakan kemitraan, kerjasama dan hubungan kerja
yang baik, sehingga penyelesaian masalah perempuan dan anak, dapat dilakukan
lebih holistik (pendidikan, kesehatan fisik dan mental, serta hukum).   2.Pencapaian
sasaran lebih mudah, dengan adanya jejaring Organisasi Keagamaan dan
Kemasyarakatan dari pusat sampai daerah. 3. Akselerasi pencapaian tujuan dapat lebih efektif dan efisien, yang mengacu pada sistem pembangunan (dari perencanaan sampai evaluasi dan tindaklanjut). Mempertimbangkan berbagai manfaat tersebut, maka penting untuk disusun Pedoman untuk menjadi acuan Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak.

Sedangkan Tujuannya :
1. Memberikan panduan bagi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam
Penguatan peran dan partisipasinya dalam mewujudkan KG, PHP dan PA.
2. Memberikan panduan bagi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam
mekanisme sinergi program/kegiatan dengan sesama Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan maupun lembaga masyarakat lain dalam Implementasi
Kesetaraan Gender, Pemenuhan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak.
3.  Memberikan panduan bagi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam
menganalisis tingkat partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam mewujudkan Kesetaraan Gender, Pemenuhan Hak Perempuan dan Perlindungan Anak.
4. Memberikan panduan bagi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam
mekanisme pemantauan dan evaluasi partisipasi Organisasi Keagamaan dan
Kemasyarakatan dalam Program/Kegiatan Kesetaraan Gender, Pemenuhan Hak
Perempuan dan Perlindungan Anak secara terintegrasi dalam satu sistem informasi.
5. Merumuskan rekomendasi kebijakan untuk mendorong adanya perubahan
kebijakan dalam Organisasi- organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan pusat dan daerah, yang menjadi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan yang Ramah Perempuan dan Anak.

Untuk Sasarannya.
Pedoman ini ditujukan bagi semua Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan bidang pendidikan, kesehatan, hukum, ekonomi, media maupun bidang lainnya yang terkait dalam mewujudkan KG, PHP dan PA.

Indikator Keberhasilannya.
Keberhasilan peningkatan partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam penyelenggaraan KG, PHP dan PA dapat diukur dengan beberapa indikator berikut :
1. Meningkatnya kontribusi/dedikasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam implementasi KG, PHP dan PA melalui pemikiran, keterampilan, nilai-nilai dan material.
2. Meningkatnya partisipasi Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan dalam
penyelenggaraan KG, PHP dan PA, baik di internal Organisasi Keagamaan dan
Kemasyarakatan, maupun dengan stakeholder lainnya.

Keluaran Yang  Diharapkan.
Keluaran/output yang diharapkan dengan dikembangkannya pedoman ini adalah
terjadinya perubahan Organisasi Keagamaan dan Kemasyarakatan yang lebih responsif gender dan hak anak. Perubahan di Organisasi Keagamaan dan
Kemasyarakatan tersebut dapat dilihat diantaranya minimal ada satu dari kondisi
di bawah ini,  yaitu :
1.Kebijakan yang responsif gender dan hak anak; 
2.Adanya bidang khusus yang menangani PP-PA dalam Struktur Organisasi;
3.Adanya Program Kerja terkait PP-PA;
4.SDM yang terlatih/paham gender dan hak anak;
5.Melakukan Sinergi dengan pihak lain yang terkait dalam program PP-PA.(juns/info kerangka acuan kerja)
Lebih baru Lebih lama