Momentum 22 Tahun Ombudsman Untuk Kaum Difabel Sebagai Mitra Utama Dalam Pengawasan Pelayanan Publik

BANJARMASIN - Mewujudkan Layanan Publik Yang Ramah Difabel, merupakan tema HUT ke 22 Ombudsman RI, Kamis (10/3/2022). 

Peringatannya secara sederhana tapi bermakna, yang dikatakan Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel Hadi Rahman, kegiatan ini mengundang Sahabat-sahabat Ombudsman, yang salah satunya Kaum Difabel.

"Bagi kami Kaum Difabel ini adalah Mitra Utama kami dalam pengawasan Layanan Publik. Karena Mereka itu pengguna Layanan Publik juga yang menerima layanan publik selama ini. Tapi kadang-kadang hak-hak Mereka itu tidak sepenuhnya bisa dipenuhi oleh para Penyelenggara Pelayanan Publik. Suara-suara Mereka tidak seluruhnya didengar oleh Penyelenggara Pelayanan Publik," ungkap Hadi.

Selain itu, kebutuhan-kebutuhan Mereka tidak terpetakan dengan baik oleh Penyelenggara Pelayanan Publik. 

Demikian juga, kadang-kadang kebijakan atau keputusan dari para Penyelenggara Pelayanan Publik itu tidak menyentuh kebutuhan Mereka. Tidak sesuai dengan apa yang menjadi harapan Mereka selama ini.

"Karena itulah kita mengangkat isu ini didalam peringatan HUT ke 22 Ombudsman. Selain juga bahwa selama ini seperti kami yang memonitor ke lapangan, dari sisi standar Pelayanan Publik, banyak kelemahan penyelenggaraan pelayanan publik itu terkait dengan fasilitas atau pelayanan buat Kaum Difabel yang belum ramah atau belum memadai," tegas Hadi.

Sebutan seakan-akan manja untuk Kaum Difabel, menurut Hadi, sebenarnya itu perspektif yang dibangun dari luar. Ditegaskan Hadi, manja atau tidaknya, kita sendiri yang memframing, belum tentu seperti itu. Tapi yang pasti, kondisi Mereka terbatas. Mereka itu mampu tapi berbeda. Mereka juga ingin mandiri. Tapi karena keterbatasan fisik atau psikis, membuat mereka cukup sulit dan tidak bisa kita samakan dengan kita yang normal secara fisik atau psikis.

"Oleh karena itu, Mereka ingin mandiri. Ingin hidup selayaknya kita orang yang normal. Negara hadir untuk kepentingan seluruh Masyarakat, perlu memperhatikan seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya mereka yang normal, tapi juga Mereka yang difabel tadi, perlu bantuan kita," Hadi mengingatkan.

Sekolah Inklusi atau Sekolah yang terbuka untuk semua, dikatakan Hadi, juga menjadi objek monitoring Ombudsman. Tidak hanya di tahun kemarin, di tahun inipun dan bahkan di tahun-tahun sebelumnya, Ombudsman pernah menawarkan kajian terhadap dunia pendidikan kita, akses Kaum Difabel terhadap dunia pendidikan kita Bagaimana Sekolah Inklusi.

"Maka sorotan kami setidaknya adalah dua, yang pertama terkait sarana dan prasarana (Sapras) atau infrastruktur, tadi disampaikan bagaimana anak didik yang difabel bisa mengakses ke sekolah, paling tidak di lingkungan sekolah itu Mereka bisa mobilitas, bisa bergerak. Karena anak difabel yang fisik menggunakan kursi roda atau tongkat, sekolahnya itu dari sisi Saprasnya bisa tidak diakses? Misalnya tangga. Kalau pakai kursi roda, spacenya cukup untuk dia masuk," Hadi menjelaskan.

Yang kedua, kata Hadi,  Tenaga Pendamping. Artinya Guru-gurunya juga. Karena harus ada guru yang secara teknis dan secara kompetensi dia mampu mentreatment atau memperlakukan orang difabel dan punya hati yang luas, yang sabar dalam melayani. Karena yang secara psikis kalau diajari butuh waktu untuk memahami materi pelajaran.

"Sehingga tentu diperlukan Tenaga Pendamping yang cukup, tidak hanya secara kuantitas, tapi secara kualitas juga mumpuni," tegas Hadi lagi.

Pihaknya kata Hadi, terus memantau ketersediaan sarana untuk difabel di berbagai Instansi Pelayanan Publik dan terus terbuka untuk pelayanan Ombudsman.

Dikatakan, dalam pengawasan dimungkinkan ada Instansi yang belum masuk semuanya atau belum terpantau hingga ke sana. Sehingga Masyarakat dipersilakan memberikan masukan ke Ombudsman, baik secara langsung maupun melalui telepon 08111653737. 
Masyarakat secara umum melihat di suatu kantor belum ramah difabel, dipersilakan memberikan masukan ke Ombudsman. Juga kepada Instansi yang bersangkutan untuk disampaikan secara langsung. Kalau belum ada tanggapan, sampaikan kepada Ombudsman atau masyarakat secara umum yang mengalami pelayanan publik yang tidak menyenangkan masyarakat atau Kaum Difabel. 

"Ombudsman selama ini sudah banyak membantu Kaum Difabel untuk penyelesaian permasalahan pelayanan publik," pungkasnya.(juns)

Catatan Google :
*Difabel merupakan singkatan dari Bahasa Inggris different ability people atau diferently abled people, yaitu orang-orang yang dikatagori memiliki kemampuan berbeda dengan manusia pada umumnya. Istilah lainnya ialah differently able, yang secara harfiah berarti sesuatu yang berbeda. Sedangkan secara terminologi, difabel adalah setiap orang yang mengalami hambatan dalam aktifitas keseharian maupun partisipasinya dalam masyarakat karena desain sarana prasarana publik yang tidak universal dan lingkungan sosial yang masih hidup dengan ideologi kenormalan.
( M. Syafi’ie, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII), Departemen Hukum Tata Negara)

*disabilitas digunakan untuk menggambarkan kondisi kelainan fisik atau mental seseorang, maka difabel artinya adalah orang yang mengalami 
disabilitas. Difabel mengacu pada keterbatasan peran penyandang 
disabilitas dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari karena ketidakmampuan yang mereka miliki.
(30 Sep 2021)
Lebih baru Lebih lama