BANJARMASIN - Pemerintah akan mengintegrasikan data Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Kebijakan tersebut bertujuan untuk memperkuat kepatuhan pajak warga negara.
Adapun kerjasama tersebut merupakan perjanjian antara Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
Yang mana isinya terkait tentang pemanfaatan NIK, data kependudukan, dan KTP Elektronik dalam layanan DJP.
Perjanjian tersebut ditandatangani oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo dan Dirjen Dukcapil Zudan Arif Fakrulloh.
Menanggapi hal ini, Sulaimansyah selaku Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Kalsel menyatakan, integrasi NIK dan NPWP merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang disahkan pada 29 Oktober 2021.
Dikatakan, UU HPP bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan perekonomian di Indonesia. Diharapkan instrumen hukum ini dapat menjadi penyokong kemajuan perekonomian melalui cara-cara yang berkeadilan dan sejalan dengan prinsip Republik Indonesia.
"Sesuai dengan namanya UU HPP telah berhasil mengharmonisasikan berbagai peraturan perpajakan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah integrasi NIK dan NPWP ini. Integrasi NIK dan NPWP ini sebenarnya merupakan suatu bentuk sinkronisasi untuk membuat single identity number (SIN)," ungkapnya, Sabtu (21/5/2022).
Disebutkan, sebagaimana program Pemerintah untuk terus meningkatkan pelayanan publik, sangat diperlukan sinkronisasi data kependudukan yang dapat digunakan untuk pelayanan publik apa saja dengan satu identitas untuk setiap individu.
Oleh karena itu, Dia menegaskan, masyarakat tidak perlu khawatir tentang pengintegrasian NIK dengan NPWP, karena disamping sebagai pelaksanaan SIN tersebut, juga bertujuan untuk mempermudah Direktorat Jenderal Pajak akses terhadap data dan informasi yang berkaitan dengan pelaporan pajak dan mempermudah masyarakat, karena kini masyarakat yang berpenghasilan diatas PTKP tidak perlu repot-repot membuat NPWP.
Jadi tidak semua orang pribadi harus membayar PPh, tetap sesuai dengan ketentuan yang ada. Berdasarkan peraturan yang berlaku di Indonesia wajib pajak orang pribadi adalah mereka yang berpenghasilan di atas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yaitu yang memiliki penghasilan lebih dari 54 juta setahun atau 4,5 juta per bulan.
"Melihat regulasi yang seperti kita dapat memahami bahwa sebenarnya tidak semua orang pribadi harus membayar PPh," Sulaimansyah menambahkan.
Sedangkan Dadi, sebagai Warga Negara Indonesia menyatakan, Kalau nggak salah, rencana awal memang NIK KTP dirancang untuk mengintegrasikan seluruh data kependudukan.
"Jadi cukup 1 kartu untuk semua data apapun. Hanya pelaksanaannya mungkin bertahap, nggak bisa sekaligus," komentar Dadi.
Sementara itu, Warga Negara Indonesia lainnya, Rakhmat Pratama menyatakan,
pendapat pribadinya, integrasi NIK dan NPWP akan menyederhanakan administrasi penduduk.
"Sehingga akan mendukung implementasi single identity yang bertujuan memudahkan masyarakat mengakses layanan publik," ungkapnya.***(juns)