Perlindungan Perempuan dan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Penanggulangan Bencana

BANJARBARU - Kalimantan Selatan hari ini, Rabu (27/7/2022) diberikan kesempatan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI untuk melaksanakan kegiatan Peningkatan Kapasitas dan Penyusunan Rencana Kerja Sub Klaster Perlindungan Perempuan dan Anak Dari Kekerasan Berbasis Gender Dalam Penanggulangan Bencana, dengan Nara Sumber dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalsel, Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kalsel dan Kemenetrian PPA dari Deputy Perlindungan Perempuan.

Kepala  Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kalsel Adi Santoso SSos MSi disela-sela kegiatan mengharapkan, semua dari SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) terkait dan Tim Terpadu siap dalam rangka membantu masyarakat khususnya Perempuan dan Anak.

“Mudah-mudahan dengan dilaksanakannya kegiatan ini, Kapasitas Para Anggota Tim yang terhimpun dalam Tim Klaster Perlindungan Perempuan dan Anak dari Bencana, selain meningkatkan kapasitas mereka, juga dalam rangka antisipasi kita ketika terjadi bencana. Maka semua dari SKPD terkait dan Tim Terpadu siap dalam rangka membantu masyarakat khususnya Perempuan dan Anak,” ungkap Adi.

Disebutkan, sesuai dengan pemetaan tingkat rawan bencana, Kalimantan Selatan merupakan salah satu wilayah Provinsi yang perlu dikondisikan. Makanya melalui kegiatan hari ini, atas dukungan dan anggaran dari Kementrian PPA dilaksanakan di Kalsel. Yang intinya adalah dalam rangka mempersipkan kemampuan kapasitas Tim dalam rangka untuk membantu masyarakat ketika bencana terjadi di Kalimantan Selatan.  
Sementara itu, BPBD mulai dari Pra Bencana memberikan pelatihan yang menekankan ketangguhan Desa Tangguh Bencana, Keluarga Tangguh Bencana. Yang memiliki Keluarga Inti, yang banyak berperan dari pihak Ibu, yang melindungi keluarganya dari segala ancaman. Demikian diungkapkan Sekretaris BPBD Kalsel Iswantoro, usai memberikan paparan. Katanya, untuk evakuasi ada pemilahan yang melihat resiko rentan, seperti anak-anak, Ibu-ibu hamil, Lansia dan Disabilitas, yang harus lebih bagus treatmennya dalam evakuasi tersebut.

“Di Pasca (Bencana) kalau saya bercerita pengalaman di Aceh, ada Tenda Biru. Jadi kebutuhan Ibu dan Bapak tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya, walaupun dalam kebencanaan. Hidup di tenda dan di sana juga kalau dapat bantuan-bantuan, menyesuaikan dengan kebutuhannya,” ungkap Iswantoro.

Disebutkan, saat mau ke tempat bencana, dipesankan membawa keperluan seperti pembalut wanita, makanan bayi, yang merupakan sebuah info untuk daerah bencana. Sehingga data untuk korban dimulai dari awal, dari hulunya.

“Jangan sampai pas bencana, baru mencari data itu. Di daerah tidak tahu yang harus dilaporkan. Umpamanya berapa jumlah laki-laki dan perempuan, anak-anak, sehingga kita bisa memetakan apa kebutuhan di sana,” Iswantoro menambahkan.

Katanya, ada penyumbang yang mau datang, menanyakan terlebih dulu keperluan para korban bencana, sehingga kebermanfaatan barang yang diperlukan, dapat dirasakan, seperti barang-barang keperluan memasak yang sering hanyut saat banjir melanda.

Iswantoro mengharapkan, bersama-sama menanggulangi bencana, gotong royong dalam bencana, karena BPBD tidak mungkin dapat menanggulangi bencana sendirian, tapi memerlukan yang lain. Apalagi Komandan BPBD adalah Sekretaris Daerah (Sekda), jadi bisa mengkoordinasikan seluruh SKPD terkait.

“Ada sudah Perdanya. Siapa melakukan apa, itu ada. Tapi kadang-kadang dalam pelaksanaan lupa konsep-konsep yang dikonsepkan. Akhirnya diingatkan lagi pelan-pelan,” pungkasnya.(juns)
Lebih baru Lebih lama