Ombudsman Kalsel Lakukan Audiensi tentang Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas Bersama Yayasan Daksa Banua

BANJARMASIN - 27 Juli 2022, bertempat di Aula Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan. Ombudsman Kalsel melaksanakan kegiatan Audiensi dan Diskusi mengenai Pemenuhan Hak-Hak Disabilitas Bersama Yayasan Daksa Banua, Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan dan Pemerintah Kota Banjarmasin.

Hadi Rahman, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kalimantan Selatan berharap dengan digelarnya Audiensi dan Diskusi yang dijembatani oleh Ombudsman, dapat ditemukan beberapa solusi mengenai kendala-kendala yang selama ini dialami oleh penyandang disabilitas terutama dalam hal mengakses pelayanan publik.

Dilatarbelakangi oleh hasil observasi dan pengalaman empiris yang dirasakan, Wawan, Ketua Yayasan Daksa Banua menyampaikan beberapa poin catatan yang diharapkan dapat menjadi perhatian oleh pemerintah. Pertama, dalam segi kesehatan PMK Nomor 52 tahun 2016 yang kemudian diperbaharui melalui Permenkes nomor 4 tahun 2017 dan Permenkes Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan dirasa masih Diskriminatif terhadap Penyandang Disabilitas kategori Sedang dan Berat. Terkhusus pada Pasal 24 mengenai alat bantu yang dijamin oleh BPJS Kesehatan untuk Penyandang Disabilitas.

Menurut Wawan, alat bantu yang dijaminkan dalam regulasi tersebut masih belum dapat membiayai secara keseluruhan kebutuhan kesehatan penyandang disabilitas, terutama dalam hal penebusan obat-obatan dan peralatan penunjang lain di luar jaminan yang dirasa sangat dibutuhkan oleh penyandang disabilitas. Sehingga, menurutnya perlu ada tindakan perubahan atau revisi terhadap peraturan tersebut. Kedua, dalam hal administrasi kependudukan menurut hasil observasi Yayasan Daksa Banua, perlu diberikan kejelasan dalam KTP bahwa pemilik data merupakan penyandang disabilitas. Hal ini penting agar saat mengakses beberapa fasilitas pelayanan publik, pemberi layanan dapat segera mengetahui bahwa pemilik KTP perlu diberikan layanan khusus. 

Selanjutnya,  berdasarkan hasil observasi Yayasan Daksa Banua, permasalahan penyandang disabilitas juga banyak terjadi dari aspek sosial. Karena masih banyak penyandang disabilitas yang tidak terdaftar di DTKS, padahal tidak semua penyandang disabilitas masuk dalam kategori masyarakat dengan ekonomi yang cukup. Selain itu penyandang disabilitas yang tidak terdaftar di DTKS juga akan mengalami kesulitan dalam mendapatkan bantuan kesehatan.

Siti Nuriyani, Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Selatan, dalam audiensi ini menanggapi beberapa hal terkait permasalahan sosial yang dialami oleh penyandang disabilitas terutama dalam hal mengakses layanan kesehatan. Pertama, Dinas Sosial Provinsi membuka ruang kepada penyandang disabilitas yang tidak terdaftar di DTKS agar datang langsung ke Dinas Sosial untuk dibantu pendataannya. Selain itu, kedepannya DTKS tidak hanya memuat mengenai data masyarakat tidak mampu, melainkan semua masyarakat akan didata dan dimasukan dalam DTKS. Hal ini tentu saja memerlukan koordinasi dan sinkronisasi data bersama Disdukcapil sebagai pemegang data kependudukan.

Dr. Machli Riyadi, SH, MH, Asisten Bidang Pemerintahan, menyampaikan bahwa Dinas Kesehatan memiliki dana pendamping, yang dapat dipergunakan untuk membantu masyarakat yang kebutuhan kesehatannya tidak ter-cover oleh BPJS Kesehatan, termasuk penyandang disabilitas. Namun dengan pertimbangan bahwa yang bersangkutan memang benar tidak mampu secara ekonomi dibuktikan dengan keterangan yang sah seperti dari Dinas Sosial. 

Yoyong Dwi, Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk pada Disdukcapil Kota Banjarmasin menanggapi permasalahan mengenai penambahan keterangan status penyandang disabilitas pada KTP. Secara regulasi, dalam melaksanakan tugas dan fungsi, Disdukcapil memiliki keseragaman dalam menerbitkan KTP. Sehingga, selama tidak ada regulasi yang menegaskan bahwa keterangan status penyandang disabilitas dapat ditampilkan dalam KTP, Disdukcapil Kota Banjarmasin tidak bisa melaksanakan hal tersebut. Terlebih lagi dalam Pasal 84 Undang-Undang Adminduk Nomor 24 Tahun 2013 menegaskan bahwa salah satu data yang harus dilindungi adalah keterangan tentang cacat fisik dan/atau mental. Namun, Disdukcapil membuka ruang untuk mendiskusikan kembali mengenai permasalahan tersebut, misal dengan memberikan surat keterangan yang bisa digunakan sebagai lampiran KTP.

Diharapkan sesudah pelaksanaan audiensi ini, pihak pemerintah terkait dapat segera menindaklanjuti terhadap berbagai solusi yang telah disampaikan dalam audiesi bersama Yayasan Daksa Banua. Ombudsman sebagai Lembaga Pengawas Pelayanan Pubik akan terus mendorong terlaksananya perbaikan pelayanan publik dalam segala aspek yang menyangkut akses disabilitas dalam pelayanan publik.
Lebih baru Lebih lama