BANJARMASIN - Persoalan BBM bersubsidi menjadi ironi khususnya bagi Masyarakat Kalsel, karena menurut Advokat Angga Parwito SH MH, yang juga Direktur Kantor Hukum AP & Associates, pada saat yang bersamaan kita (Kalsel) penyumbang PAD terbesar bagi negeri ini dalam sumber daya alam kita.
“Namun di sisi yang lainnya kita harus merasakan ironi bahwasanya bahan bakar minyakpun kita selalu mengantri. Bahkan saat ini pada saat bahan bakar minyak itu juga dinaikkan atau subsidinya dikurangi oleh pemerintah, itupun masih terjadi kelangkaan atau antrian,” ungkap Angga prihatin.
Ditegaskan, pada saat Premium dihapuskan, kita berharap Pertalite ini keberadaannya tidak menjadi barang langka lagi.
“Namun faktanya sampai hari ini kita melihat bahwasanya pada saat masyarakat membeli BBM di SPBU, selalu mendapatkan sesuatu yang kurang menyenangkan karena harus mengantri lama dan oleh sebab itu harusnya ini menjadi perhatian bagi Pemerintah Pusat serta daerah, agar bisa memastikan lagi jangan sampai ada kelangkaan BBM di wilayah kita,” tegas Angga.
Dikatakan, seharusnya apabila Pemerintah menaikkan harga BBM, mereka harus memastikan bahwasanya stok untuk BBM ini harusnya aman. Namun di lapangan kita melihat itu tidak pernah terjadi.
“Kita juga sangat menyayangkan kenaikan BBM ini yang terlampau tinggi nilainya dari apa yang kita bayangkan sebelumnya. Karena sebelumnya kita tidak pernah mengalami kenaikan BBM seperti beberapa waktu terakhir ini,” Angga menambahkan.
Apalagi BBM jenis Dexlite atau Pertamina Dex yang umumnya juga digunakan untuk angkutan bahan pokok kita, karena susah mencari bio diesel, itu naiknya hampir dua kali lipat. Sehingga pasti akan memantik kelangkaan dan naiknya harga Bahan Pokok.
“Oleh sebab itu Negara seharusnya bisa hadir, bisa memastikan untuk tidak terjadinya kelangkaan BBM ini, supaya andai kata harganya naik, masyarakat tetap bisa membeli dan mendapatkan BBM yang dibutuhkan. Karena bila Negara tidak bisa memastikan itu, berarti Negara lalai, tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana ketentuan dalam UUD 1945 kita,” pungkasnya.***juns