BANJARMASIN - Kenaikan BBM dinilai Winardi Sethiono, Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Provinsi Kalimantan Selatan, langkah strategis yang diambil Pemerintah dalam rangka mengurangi resesi dunia yang akan melanda Indonesia. Keputusan ini tegas Winardi, sudah diperhitungkan untuk menyamaratakan penggunaan (BBM Bersubdi) dan juga alangkah baiknya disertai dengan Bantuan langsung Tunai (BLT), sehingga program-programnya tepat sasaran.
“Namun yang sangat perlu diperhatikan adalah para spekulan atau para penimbun. Ini yang harus diperhatikan oleh Pemerintah. Dan Pemerintah juga harus melakukan kajian-kajian terhadap daerah-daerah. Karena kebanyakan para penimbun diduga ada becking-becking orang tertentu,” tegas Winardi, semabri menambahkan, ini harus betul-betul diantisipasi, agar kedepan Indonesia bisa lebih baik, lebih makmur dan lebih sejahtera.
Sedangkan pelaku Ekonomi, Sutjipto, yang juga Presiden Indonesia Marketing Association (IMA) Chapter Banjarmasin Banjarbaru mengatakan, yang terjadi bukan kenaikan BBM, tapi perubahan harga BBM, karena menurutnya, kenaikan biasanya 1 sampai 2 persen saja. Namun fenomena ini yang terjadi masih dalam situasi ekonomi yang belum stabil, sangat berdampak, termasuk kepada para karyawan yang membuat produktiifitas menurun. Kemudian melakukan tuntutan agar ditambah lagi biaya yang mereka perlukan, tetapi perusahaan merasa keberatan.
Disisi lain, fenomena banyaknya bermunculan para pelansir yang menjual BBM bersubsidi seperti pertalite yang dibeli Rp 10.000.- perliternya, dijual di pinggir jalan seharga Rp 12.000.- yang mendapatkan keuntungan Rp 2.000.-. Tetapi Sutjipto menegaskan, ini tidak salah, karena kreatifitas dari para pedagang. Namun dia minta, agar para pelansir yang dating ikut antri hingga beberapakali bolak balik ke SPBU, agar tidak mengganggu konsumen lainnya, yang hanya untuk mendapatkan pertalite 3 liter saja, harus antri hingga 30 menit. Sehingga diharapkan adanya penertiban dengan menempatkan Satpol PP di SPBU dan memberikan pengertian pada pemilik dan petugas SPBU.
“Diimbau kepada Pemilik SPBU khususnya. Diimbau juga kepada Petugas SPBU yang melihat langsung. Kalau boleh usul, ada Petugas Satpol PP di situ. Bisa juga dilakukan jam khusus untuk para pedagang eceran. Ditentukan jamnya. Khusus untuk pedagang, jam 9 malam sampai jam 12 malam, selesai. Jadi SPBU tadi tidak melayani eceran, karena waktunya digunakan untuk mengisi dirigen-dirigen yang ada. Kalau jam 9 malam tidak bisa, ya sudah jam 10 malam. Yang mengantri panjang konsekuensinya pedagang eceran ikut antri. Jadi konsumen yang perlu pertalite 1 sampai 2 liter di SPBU yang saat ini sudah terasa mencekik harganya, jangan ditambah pusing lagi. Sudah mahal. Mengantri panjang lagi,” tegas Sutjipto.
Untuk jatah para pedagang ini, kalau perlu kata Sutjiopto, menggunakan kupon dan pakai registrasi, mana pedagang dan di mana posisinya dan jatahnya berapa, itu dirasakan akan lebih adil.***juns