BANJARMASIN - Dalam rangka mengatasi kenaikan harga komoditas BBM global yang berdampak pada meningkatnya subsidi atas harga BBM nasional bersubsidi, Pemerintah telah menggunakan semua instrument untuk menjaga daya beli masyarakat dan momentum pemulihan ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan masyarakat, termasuk diantaranya subsidi dan kompensasi BBM yang sangat besar.
Sebelumnya dengan Perpres 98/2022 pemerintah telah menaikkan subsidi 3 kali lipat menjadi Rp 502,4 Triliun. Namun saat ini dengan perhitungan kenaikan harga BBM, kurs nilai rupiah, dan konsumsi yang meningkat, outlook subsidi dan kompensasi BBM akan mencapai Rp 698 Triliun. Dengan demikian kuota subsidi dan komensasi yang sejumlah Rp 502,4 Triliun akan habis di bulan Oktober 2022.
"Dari data yang ada, ternyata 70% dari subsidi dan kompensasi BBM ternyata dinikmati oleh masyarakat mampu, sementara masyarakat miskin yang menempati 40%, justru sangat sedikit menggunakan subsidi dan kompensasi BBM. Inilah yang kemudian diputuskan untuk pengalihan subsidi dan Kompensasi BBM ke penambahan bantalan sosial (shock absorber) yang memberikan pemihakan yang lebih banyak, sedangkan harga BBM-nya disesuaikan untuk mereka yang mampu membayar lebih mahal, yang pada akhirnya juga menjaga Kesehatan APBN kita tahun ini dan tahun depan," ungkap Sulaimanyah, Kakanwil Ditjen Perbendaharaan Kalsel.
Menurut Sulaimansyah, 3 (tiga) prioritas APBN yang sama-sama sangat penting, yaitu (1) menjaga daya beli masyarakat yang kurang mampu, (2) Pemulihan ekonomi pasca covid19, dan (3) penyehatan APBN harus dilakukan secara seimbang dan sangat hati-hati.
Pengalihan subsidi BBM ke penambahan bantuan sosial sebagai shock absorber
tersebut adalah sebesar Rp 24,17 Triliun, yang terdiri dari :
1. Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sebesar Rp.12,4 triliun untuk 20,65 juta keluarga penerima manfaat masing-masing sebesar Rp 150.000/bulan selama 4 bulan serta diberikan 2 kali, masing-masing Rp 300.000,-
2. Bantuan Subsidi Upah sebesar Rp9,6 triliun untuk 14,6 juta pekerja (dengan gaji
maksimum Rp3,5 juta/bulan atau senilai upah minimum provinsi/kota) masing-masing sebesar Rp600.000,- selama satu bulan.
3. Perlindungan sosial oleh Pemerintah Daerah yang menggunakan belanja wajib 2% dari Dana Transfer Umum dengan total perkiraan sebesar Rp2,17 triliun.
Dikatakan, BLT-BBM telah mulai disalurkan diawal bulan September 2022 oleh PT.Pos
Indonesia dan Bank pemerintah (Himbara). Data 20,65 juta KPM adalah KPM yang
menerima Kartu sembako dan PKH.
"Di Kalimantan Selatan direncanakan akan
diberikan kepada 171.705 KPM dengan nilai sebesar Rp 103 Miliar," Sulaimansyah menambahkan.
Ditegaskan, bantuan subsidi upah ditujukan untuk mempertahankan daya beli pekerja/buruh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai akibat kenaikan harga. Saat ini
penyalurannya masih dalam proses penetapan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan petunjuk teknisnya. BSU akan disalurkan oleh PT.Pos Indonesia dan Bank Pemerintah (Himbara). BSU diberikan kepada pekerja/buruh peserta aktif BPJS Ketenagakerjaan sampai Juli 2022 dan diprioritaskan kepada pekerja yang belum menerima PKH, Kartu Prakerja atau Banpres produksi untuk usaha mikro pada tahun berjalan.
Di Kalimantan Selatan direncanakan akan diberikan kepada 249.405 pekerja dengan nilai sebesar Rp 149,64 Miliar.
Untuk perlindungan sosial yang dilakukan oleh pemerintah daerah, Kementerian
Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 134/PMK.7/2022 tanggal 5 September 2022. Dalam PMK tersebut mengatur bahwa 2% belanja wajib dari dana transfer umum digunakan untuk bantuan kepada UMKM dan Nelayan, penciptaan lapangan kerja, dan subsidi sector transportasi angkutan umum di daerah. Perlindungan sosial yang berasal dari belanja wajib ini mulai disalurkan di bulan Oktober sampai Desember 2022, sehingga di bulan September 2022 ini adalah untuk mempersiapkan alokasinya
dimasing-masing daerah.***juns