Mutiara Demokrasi dan Refresentasi

KITA tidak akan menjadi negara untuk satu orang atau satu golongan, tetapi semua buat semua, satu buat semua, semua buat satu. Biarlah orang-orang Islam bekerja sehebat-hebatnya, agar supaya sebagian terbesar dari kursi-kursi Dewan Perwakilan Rakyat diduduki oleh utusan-utusan Islam. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap peraturan dari Negara Indonesia dijiwai Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar dari utusan-utusan adalah orang Kristen. Itu adil!.” 

Demikian penggalan pidato Sukarno yang sangat terkenal tentang Pancasila. Begitu terkenalnya pidato tersebut, banyak yang mampu menghafal isinya, selain karena substansinya sangat luar biasa dan disampaikan tanpa membaca teks. 

Dia sendiri mengatakan, demokrasi sebagai mutiara yang terkadung dalam bumi Indonesia. Selama berabad-abad, bangsa Indonesia hidup memiliki kebiasaan asli berupa musyawarah dan mufakat. Bahkan di lembaga-lembaga paling tradisional sekali pun, pengambilan keputusan dilakukan dengan cara bermusyawarah untuk bermufakat.

Sekalipun para caleg diusulkan melalui partai-partai, namun komunitas warga mestinya dapat bermusyawarah mengusulkan calon seperti apa yang diharapkan, dan gagasan apa yang hendak diusung untuk diperjuangkan. 

Sayangnya musyawarah tersebut tidak pernah ada dan tidak dianggap penting. Sehingga hampir tidak ada keterkaitan antara caleg dengan konstituen pemilihnya. Terkadang, keinginan caleg dan warga, tidak terhubung. Tiba-tiba demokrasi menjadi one man one vote, tidak ada percakapan yang mengarah pada musyawarah dan mufakat. 

Caleg bagi konstituen, tidak lebih dipersepsi layaknya barang yang ditawarkan dan dipajang pada etalase toko, para penjaja berusaha menawarkan dengan mengatakan barangnyalah yang lebih unggul dari barang lainnya. 

Seadainya tidak melupakan musyawarah dan mufakat, maka tentu saja dalam setiap daerah pemilihan terkecil, warga pemilih bermusyawarah tentang siapa calon yang akan mereka usul dan pilih. 

Dengan demikian, mungkin saja demokrasi akan lebih bermakna, lebih refrenstatif.[Junaidi]
Lebih baru Lebih lama