KENAPA sasaran literasi politik yang dilakukan Ambin Demokrasi mengkhuskan pada generasi muda. Sebab, perubahan itu hanya bisa dilakukan oleh orang muda. Bila sudah tua – berumur, sulit diberikan pendidikan dan pengetahuan baru. Apalagi mengikuti perubahan zaman, susah sekali bagi orang yang sudah tua. Inginnya sesuai pakem yang sudah ada saja, jangan ada perubahan.
Tantangan dalam memberikan pengetahuan kepada yang sudah berumur – generasi tua, itulah yang disindir kebudayaan banjar dengan ungkapan, ngalih malapangkan paring tuha.
Bambu muda, kalau tumbuhnya bengkok, mudah saja meluruskannya. Namun, kalau sudah tua, tidak mungkin dapat meluruskan. Setidaknya, kalau pun bisa diluruskan, pasti tidak mudah.
Perumpamaan terhadap manusia, tentang pendidikan, pengajaran, atau memberikan pengetahuan terkait berbagai hal, termasuk literasi politik, sulit menyampaikannya kalau sasarannya sudah berumur.
Pepatah mengatakan, belajar di waktu muda, bagai mengukir di atas batu, belajar saat sudah tua, bagai mengukir di atas air.
Sekeras apapaun batu, kalau mampu diukir, akan meninggalkan bekas yang dalam. Sedangkan mengukir pada air, hanya satu kesia-siaan. Walaupun demikian, tentu selalu ada kasus-kasus tertentu, dimana orang tua yang sudah berumur masih bisa menerima berbagai pelajaran dan adaptasi perubahan zaman.
Mumpung masih muda, gali ilmu sebanyak mungkin, jangan malas. Apapun itu, asal baik dan bernilai positif, pelajari sebagai bekal hari tua.
Selain karena masa depan itu milik generasi muda, dan “politik” memberi pengaruh sangat besar bagi perancangan masa depan. Jangan sampai generasi muda acuh, cuek “kada bagaduh” soal politik, karena negara ini dikelola secara politik.
Ambin Demokrasi, melalui literasi politik yang dilakukannya, ingin memastikan bahwa generasi muda melek politik, sehingga mampu menjemput perubahan zaman.
Sulit berharap pada generasi sebelumnya, sebab ngalih malapangkan paring tuha.[Junaidi]