BETAPA banyak bentuk polesan dalam kehidupan ini. Agar menimbulkan kesan baik, padahal senyatanya bukan seperti itu. Segala bentuk imitasi, digunakan untuk memanipulasi.
Agar terkesan anti korupsi, dibuat serimonial berbagai pencanangan, padahal masih menggurita praktik korupsinya.
Agar terlihat peduli lingkungan, dibuat baleho-baleho penyelamatan lingkungan, padahal tidak ada program nyata pelestarian lingkungan. Kalaupun ada, hanya sebentar, sekedar menimbulkan kesan.
Supaya nampak peduli orang miskin, dibuat serimonial pemberian santunan, aslinya tidak ada program penuntasan kemiskinan berkesinambungan. Dan berbagai bentuk polesan, sekedar menimbulkan kesan baik, setelah didalami ternyata tidak seperti itu.
Kebudayaan menyindir dengan ungkapan, “katahuan amas kadanya”. Terlihat seperti emas, setelah diteliti ternyata palsu.
Emas sebagai logam mulia, sering sekali dipalsukan dalam bentuk imitasi. Menyerupai emas, untuk menimbulkan kesan bagus, mulia, lebih mampu, ternyata hanya polesan, sekedar menimbulkan kesan permukaan, aslinya bukan seperti itu. Kebiasaan mengimitasi logam mulia, dipinjam sebagai ungkapan, untuk melihat fenomena sosial, termasuk fenomena politik.
Perbaikan substansi, lebih diperlukan dari sekedar menimbulkan kesan baik. Kalau memang ingin berbenah, tidak ada cara, kecuali membiasakan jujur dan bersungguh-sungguh.
Ingin transparan dalam tata Kelola pemerintahan, biasakan berlaku jujur, terbuka, jangan ada yang disebunyikan.
Ingin proses politik berjalan demokratis, biasakan pula jujur, jangan ada money politik - jual beli suara. Lakukan apa adanya, jangan suka berpura-pura, apalagi memanipulasi kenyataan. Jujur, menjadi kata kunci.
Segala sesuatu yang disembunyikan, walaupun dikesankan sedemikian rupa sebagai sangat baik, pada suatu waktu akan ketahuan keasliannya.
Kepalsuan tidak akan bertahan lama. Apalagi bila prosesnya intensif, teruji melalui berbagi tahapan proses, maka semua yang palsu akan nampak keasliannya.
Bagaimanapun rapinya memoles, menciptakan kesan dan citra, kalau memang palsu, pada waktunya katahuan amas kadanya.[Junaidi]