DCS Ke DCT, Ruang Partisipasi Warga

DALAM Pemilu ada istilah DCS (Daftar Calon Sementara) dan ada pula DCT (Daftar Calon Tetap). 

Di antara keduanya, ada jeda waktu cukup lama. Dimaksudkan memberi ruang dan waktu bagi warga berpartisipasi. 

Jeda waktu tersebut merupakan ruang warga mengkritisi dan memberikan masukan, apakah bakal caleg yang diajukan parpol bermasalah atau tidak.

Semakin lama waktu diberikan, semakin luas ruang warga berpartisipasi. Sehingga semua bakal calon yang diusulkan Parpol, sudah melalui seleksi warga. 

Karenanya, penyelenggara wajib mengumumkan DCS kepada publik, guna mengundang seluas-luasnya partisipasi warga turut serta melihat dan tentu mengkritisi serta memberikan masukan.   

Bukankah substansi demokrasi, adalah partisipasi warga. Bila tidak ada ruang bagi warga berpartisipasi, mungkin saja labelnya “demokrasi”, tapi isinya otoritarian atau kesewenang-wenangan. 

Begitu pentingnya ruang partisipasi sebagai perwujudan demokrasi, apapun alasannya partisipasi warga tidak boleh hilang, apalagi dihilangkan. Partisipasi warga merupakan mahkota dari demokrasi itu sendiri. 

Lantas, bagaimanakah bila ada caleg di DCS tidak pernah muncul, dan seketika langsung ada di DCT? Maka dapat dikatakan caleg tersebut memotong proses untuk memajukan demokrasi, dalam hal ini mengabaikan dan bahkan menghilangkan ruang partisipasi. 

Sekali lagi, ruang partisipasi itu merupakan hak warga untuk terlibat. Dengan demikian, hilanglah hak warga untuk dapat memberikan masukan, kritik dan saran. 

Pun sebaliknya, ada di DCS dan hilang di DCT, padahal tidak ada hal yang substansi untuk mengilangkannya. Maka sama halnya dengan mem PHP warga - memberi harapan palsu, ketika warga sudah tahu dan mungkin juga antusias, di ujungnya justru caleg yang bersangkutan hilang.

Siapa yang bertanggung jawab bila ini terjadi? Tentu saja penyelenggara dan partai politik. Menggambarkan ketidak pahaman tentang arti penting partisipasi sebagai mahkota demokrasi.[Junaidi]
Lebih baru Lebih lama