KETIKA sesuatu diselubungi siklus untung rugi, permintaan dan penawaran, maka terjadi kegiatan ekonomi.
Industri, adalah sebuah term yang biasa disandingkan atau dipadankan dengan kata manufaktur, jasa, konstruksi, atau sejenisnya.
Secara umum bermakna kegiatan ekonomi, dengan memanfaatkan segala hal yang dapat menghasilkan keuntungan.
Lantas apa makna industri politik kapitalistik sebagai mana dimaksud? Yaitu satu penanda laku politik yang diselimuti orientasi untung rugi, penawaran dan perimintaan, serta kegiatan ekonomi yang menjadikan momentum politik sebagai cara meraih keuntungan.
Tentu tidak dapat dipungkiri, momentum politik membuat ekonomi berputar serta bergerak sedemikian rupa. Dan sudah menjadi kodratnya, setiap hal yang diselimuti “ekonomi”, pasti menarik dan mengundang perhatian.
Apapun saat beririsan dengan industri, seketika menjadi daya tarik. Entah itu olahraga, kebudayaan dan lain sebagainya, termasuk politik. Ketika ekonomi turut campur, segala bentuk transaksi akan terjadi dalam berbagai wujud dan rupa.
Tidak bisa dicegah, dalam politik ada banyak hal yang sudah menjadi industri. Mulai dari hal yang bersifat positif seperti survey pemenangan, iklan reklame dan sosialisasi. Bahkan, yang bersifat negatif pun semisal kampanye hitam, berita bohong dan berbagai bentuk framing yang bertujuan mempengaruhi cara pandang politik, sudah menjadi industri yang dapat dipesan kapan saja.
Cara-cara pemenangan dengan mengandalkan money politik, tentu termasuk di dalamnya. Karena para konsultan menawarkan jasa, dengan tujuan agar pemenangan pemilu dapat dilakukan secara lebih efektif, walau tetap menggunakan kekuatan uang.
Sebab sudah menjadi industri, politik menjadi berbiaya mahal. Tidak bisa dijalani secara sederhana. Ada ongkos terus yang dihitung.
Pengorganisasian pemenangan, seperti layaknya strategi bisnis dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian. Di dalamnya sarat dengan permintaan dan penawaran.
Ketika industri politik sudah semakin massif, maka gaya politik semakin kapitalistik.[Junaidi]