Restu Pilkada Dan Bayang-bayang Pemilu Duit

ZAMAN cepat sekali berganti. Tradisi dan kearifan juga bergeser. Dulu tiap kandidat pilkada, minta restu kepada tuan guru. 

Sekarang berebut restu pengusaha. Dulu pamer foto bersama ulama, bukti otentik mendapat dukungan orang alim. Sekarang “baarai” keakraban dengan pengusaha. Seolah mendeklarasikan diri telah didukung dan disokong sumber dana besar untuk maju pilkada.

Potret ini menggambarkan satu fenomena, telah terjadi penggerusan selera, dari ilmu kepada duit. Ulama menggambarkan ilmu dan pengetahuan. Sedangkan pengusaha, refresentasi modal. Muncul pendapat, ilmu tanpa duit, adalah percuma. Sehingga didukung seberapa banyak pun ulama, tanpa dibantu pengusaha yang memiliki modal, akan sia-sia. Sebab pilkada telah dibayang-bayangi pileg yang didominasi duit. 

Mungkin masih banyak warga pemilih yang polos lagi bersahaja, sehingga lebih mendukung kandidat yang mendapat restu ulama. Namun, jumlahnya jauh kalah banyak dengan pemilih yang tergiur amplop, serangan fajar dan bom duit yang tanpa batas. Kelompok kedua ini, sudah terorganisir, tersistem dan terstruktur, seperti multi level marketing dengan cara kerja sangat ketat. 

Akhirnya kelompok yang bersahaja dengan keberpihakannya pada ilmu, laksana kerumunan kecil yang ketinggalan zaman dan nampak kuno, sebab dipandang tidak mampu memanfaatkan situasi untuk berebut posisi pada pusaran modal. Juga tidak memiliki suara berteriak lantang, karena tidak terorganisir dan cendrung sendirian di tempatnya masing-masing.

Tentu ada peluang lahirnya kesadaran kolektif, bahwa duit hanya sementara, yang permanen itu adalah ilmu. 

Namun, kekuatan duit yang manipulatif, akan mengantisipasi kemungkinan itu dengan menggandeng keduanya. Menggandeng ulama, dan sekaligus pengusaha. Ketika semuanya mampu dikondisikan, termasuk mengondisikan para penyelenggara korup, maka pemenang pilkada sudah bisa ditebak, jauh sebelum pilkada diselenggarakan. 

Tidak bermaksud pesimis, tapi pergantian zaman dan bayang-bayang pileg, sudah memberi isyarat.[Junaidi]
Lebih baru Lebih lama