Halal Bihalal Jajaran Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kalsel Dengan Insan Media


Banjarmasin, derap jurnalis - Kegiatan Halal Bihalal Jajaran Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kalsel bersama Insan Media, juga mengungkapkan berbagai informasi perkembangan PAD Pra dan Paska Pandemi.

Syafriadi, Kepala Kanwil DJPb Provinsi Kalsel  melalui Arif Budi Rahman selaku Kepala Seksi PPA II Kanwil DJPb Kalsel, yang didampingi Juanda selaku Kepala Bidang PPA II Kanwil DJPb Kalsel menyebutkan, Pendapatan Asli Daerah Pra dan Paska Pandemi

1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sudah normal bahkan melebihi angka pra pandemi yang 

berarti aktivitas ekonomi masyarakat telah mulai stabil dan pulih akibat pandemi

2. Realisasi Pendapatan Asli Daerah lebih tinggi dibandingkan dengan target yang telah 

ditetapkan (angka diatas 100% masuk dalam kriteria sangat efektif. 90 - 100% artinya efektif).

3. Kendati realisasi PAD terus meningkat, rasio kemandirian fiskalnya tergolong rendah dan 

masih bergantung pada transfer dana dari pusat

4. Kemandirian fiskal di tingkat kabupaten/kota yang masih sangat rendah akan membebani 

Pemerintah Pusat, membatasi kapasitas pemda untuk mengembangkan ekonominya sendiri, 

dan menghambat pemda melakukan tugas pelayanan publik.

5. Otonomi fiskal di tingkat provinsi relatif lebih baik dengan proporsi PAD terhadap total pendapatan di atas 50 persen.

6. Pemda perlu menggali potensi pendapatan asli daerah (penarikan pajak dan retribusi di 

Daerah yang belum optimal atau BUMD di daerah juga belum banyak memberi keuntungan).

7. Untuk mengurangi celah kebocoran yang berdampak pada capaian PAD, pemda perlu meningkatkan digitalisasi administrasi perpajakan daerah, memperkuat kapasitas dan 

integritas melalui supervisi dan sanksi

8. Digitalisasi akan mendorong keuangan daerah dikelola secara efisien, tidak mengalami 

kebocoran, dan lebih transparan. Transparansi tidak bisa dihindarkan. Aliran uang ke manapun akan diketahui secara pasti.

9. Langkah Bank Indonesia (BI) meluncurkan Tim Percepatan dan Perluasan Digitalisasi Daerah 

(P2DD) patut diapresiasi. Saat ini terdapat 110 tim P2DD dari 542 daerah otonom. Tugas Tim 

adalah mempercepat dan memperluas digitalisasi transaksi keuangan di daerah. Pemerintah tengah menyiapkan payung hukum untuk mempercepat digitalisasi transaksi keuangan Daerah.

Sedangkan menyinggung Otonomi Daerah, disebutkannya, 

• Beberapa tahun terakhir muncul pandangan negatif tentang otonomi daerah dan fenomena resentralisasi. Hal itu tak lepas dari sejumlah kebijakan pusat yang erosif terhadap otonomi daerah.

• Misalnya UU Cipta Kerja yang menarik izin IMB dan UU No 3/2020 tentang Minerba yang mengambil tambang galian C (pasir dan kerikil) ke pusat adalah contoh nyata resentralisasi administrasi dan ekonomi.

• Sementara contoh resentralisasi politik adalah pengangkatan Penjabat (Pj) Kepala Daerah bila terjadi kekosongan (vacuum of power) jabatan dalam tempo lama, yang dilakukan langsung oleh Presiden, bukan lewat pemilihan di DPRD atau perpanjangan masa jabatan Kepala aDerah yang notabene dipilih langsung oleh Rakyat.

Dalam hal Reformasi Perpajakan Daerah, ditegaskannya untuk mengatasi simtom kegagalan otonomi daerah, ada beberapa hal yang dapat dilakukan.

Pertama, di samping memberikan DBH perpajakan, pemerintah juga perlu 

mengoptimalkan penerimaan pajak yang pungut oleh pemda dengan cara melakukan reformasi sistem perpajakan daerah.

2. Reformasi tersebut dapat dimulai dengan menetapkan standar pendaftaran, pengawasan, 

pemungutan, dan pelaporan pajak daerah yang terintegrasi. Hal ini dimaksudkan agar 

terjadi kesamaan persepsi antar daerah mengenai subyek obyek pajak daerah.

3. Kedua, alih-alih memberikan DBH PPh Pasal 25 Orang Pribadi, akan lebih baik apabila 

pemerintah memberikan DBH PPh Final PP 23 UMKM. Hal ini bertujuan agar DBH tersebut dapat digunakan kembali oleh pemda setempat untuk pengembangan UMKM yang umumnya menjadi fondasi dan roda penggerak perekonomian daerah. Di saat 

industri besar bertumbangan pada masa krisis ekonomi 1998, UMKM terbukti tangguh dalam melewati krisis tersebut.

4. Ketiga, pemerintah perlu menjaga agar tak terjadi stuck dalam policy circle dengan cara 

memberikan kewenangan ke pemerintah pusat untuk melakukan pengaturan ulang 

peraturan daerah yang berpotensi menimbulkan tumpang tindih.***juna

Lebih baru Lebih lama